Jumat, 12 Agustus 2011

KONSEP DESAIN TEMPAT BERMAIN ANAK


Sebuah Study Tempat Bermain Anak di Perumahan Rumah Sederhana (RS) 
Perkembangan kota yang pesat, menyebabkan banyak masalah, salah satu diantaranya adalah terjadinya perubahan fungsi lahan. Kebiasaan yang sering dilakukan oleh Pemerintah kota dan pihak swasta adalah merubah fungsi ruang terbuka hijau menjadi ruang terbangun.

Dampak dari kesemuanya itu adalah hilangnya fasilitas umum yang biasa digunakan oleh warga, salah satu diantaranya adalah hilangnya fasilitas tempat bermain anak. Mengacu Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 1 Tahun 1997 tentang Penyerahan Prasarana Lingkungan, Utilitas Umum dan Fasilitas Sosial Perumahan Kepada Pemerintah Daerah, maka terlihat jelas bahwa setiap pengembang yang mengembangkan kawasan perumahan ( perumahan formal/teratur ) diwajibkan juga untuk membangun sarana dan prasarana diantaranya adalah : Fasilitas Tempat Bermain. Kenyataan yang sering terjadi saat ini adalah hampir semua Tempat Bermain, khususnya yang berada di Perumahan Rumah Sederhana keberadaanya di gabung dengan fasilitas lainnya, misalnya : olah raga, Taman Kanak Kanak, Fasilitas Ibadah dalam satu ruang terbuka ( open space ) .

Bahkan tidak jarang, lokasi ruang terbuka tersebut disediakan pada lahan-lahan sisa. Minimnya fasilitas bermain ternyata mempunyai dampak terhadap anak-anak. Sebagai fasilitas umum, kadang mereka menggunakan ruang terbuka tersebut sebagai tempat bermain, dan tidak jarang meraka menghindari ruang terbuka sebagai tempat bermain.
Pendahuluan
Joni Faisal, seorang anggota masyarakat yang juga pemerhati perkotaan menulis di harian KOMPAS, Rabu 21 Maret 2001, dengan judul Kota Tanpa Ruang Bermain :
“ …Pemerintah hanya menginginkan sisi komersial dari setiap pembangunan ruang bermain itu, bukan semata-mata memberikan hak yang sepatutnya di terima masyrakat, khususnya bagi anak-anak. Sebenarnya bagi anak-anak sendiri, ada atau tidak adanya ruang bermain, tidaklah begitu menjadi masalah, sebab secara alami, mereka telah memiliki kemampuan menemukan ruang bermainnya sendiri, tetapi masalahnya ruang bermain itu kondusif atau tidak adalah tanggung jawab orang dewasa…”
Dari petikan di atas tersirat bahwa Pemerintah dan sebagian masyarakat menganggap bahwa tempat bermain bukanlah sesuatu hal yang penting. Bahkan beberapa fakta menunjukan akibat dari perkembangan kota maka ada kecenderungan untuk melakukan perubahan fungsi ruang, dan yang paling sering terkena dampaknya adalah ruang bermain, yang saat ini semakin mengecil bahkan dibeberapa tempat cenderung ditiadakan.
Miller, 1972 (dalam Ratna D dan Feriyanto C, 1987 : 19) mengatakan : “ ...Jika anak merasa tempat bermainnya tidak memenuhi minatnya maka ia akan pergi ke tempat lain untuk mencari ‘ excitement dan tantangan lain dan seringkali mereka menemukan itu dalam kegiatan-kegiatan yang delinkuen dan anti sosial... “Sementara itu Wilkinson, 1984 (dalam Ratna D dan Feriyanto C, 1987 : 19) juga mengatakan :“ ...kalaupun terpakasa bermain di suatu tempat karena tidak ada pilihan lain, maka kebosanan yang dialami akan mendorong anak untuk mencoba variasi-variasi baru yang berbahaya...” Pendapat di atas menunjukan bahwa Tempat Bermain Anak, merupakan satu hal yang penting untuk disediakan
Satu Sisi dari Permasalahan Kota Saat Ini Seperti halnya kota-kota lain, demikian juga halnya dengan kota-kota di Indonesia, perkembangan kota yang didasari oleh sebuah proses perencanaan kota, pada awalnya ditujukan untuk menyejahterakan masyarakatnya. Namun dalam pelaksanaannya banyak hal yang sering tidak sesuai dengan perencanaan. Oleh sebab itu tak salah bila sebagian masyarakat berpendapat bahwa perkembangan kota pada saat ini umumnya sering menimbulkan masalah, salah satu diantaranya ditandai dengan semakin banyaknya masyarakat golongan atas yang tinggal di pinggiran kota, hal ini menyebabkan derasnya arus lalu lintas pada jam-jam tertentu, sehingga menimbulkan problem kemacetan lalu lintas, polusi udara, kebisingan.
Selain masalah tersebut di atas masalah perubahan fungsi lahan juga menjadi hal yang terjadi di kota, hal ini tercermin dari semakin minimnya lahan-lahan terbuka yang tadinya berfungsi sebagai ruang terbuka. Akibat dari keterbatasan lahan, maka Pemerintah dan sebagian masyarakat mengakuisisi lahan-lahan terbuka yang berfungsi sebagai Fasilitas Umum menjadi lahan terbangun. Demikian juga halnya dengan kota DKI Jakarta, mengacu pada Perda No. 5/1984, sesuai dengan RUTRK 1985 – 2004, luas ruang terbuka hijau seluas 25, 85 %. Sementara itu seiring dengan perjalanan waktu, mengacu dengan Perda No. 6/ 1999 ruang terbuka hijau hanya tersisa 13, 94 % ( kondisi lapangan : ruang terbuka hijau hanya tersisa 5.059 Ha ( 9 % )) dari luas DKI sebesar 66.152 Ha ( Kompas, 24 Maret 2002 ). Data ini menunjukan bahwa isu tentang semakin minimnya ruang terbuka di tengah kota akibat peruabhan fungsi bukan isapan jempol semata.Perubahan fungsi ini mempunyai dampak kepada banyak hal, diantaranya adalah semakin minimnya tempat bermain bagi anak-anak. Prediksi PBB mencatat, diperkirakan hingga tahun 2005, separuh dari anak-anak yang tinggal di kota, semakin hari semakin kehilangan tempat bermainnya. Demikian juga halnya di Jakarta. Hal ini tercermin dari banyaknya anak-anak yang bermain di tempat- tempat yang bukan semestinya tempat bermain. Sebagian besar anak bermain pada tempat-tempat yang tidak resmi ( misalnya : jalanan, bantaran kali, taman-taman kota ). 
Kondisi Tempat Bermain Anak di Perumahan
Sedemikian pentingnya bermain pada anak, sehingga Pemerintah mengakomodirnya didalam UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak pada Pasal 11 : Setiap anak berhak beristirahat dan memanfaatkan waktu luang, bergaul dengan anak sebaya, bermain, berekreasi dan berkreasi sesuai dengan minat, bakat dan tingkat kecerdaannya demi pengembangan diri. Disamping itu untuk memenuhi hak tersebut, pada Pasal 56 ayat 1 butir d, e dan f, disebutkan bahwa Pemerintah dalam menyelenggarakan pemeliharaan dan perawatan wajib mengupayakan dan membantu anak, agar anak dapat
· bebas berserikat dan berkumpul· bebas bersitirahat, bermain, berkreasi, berekreasi dan berkarya seni budaya dan· memperoleh sarana bermain yang memenuhi syarat kesehatan dan keselamatan
Sementara itu, secara kuantitatif, melalui Kep. Men PU No. 378/KPTS/1987, Pemerintah juga telah membuat standart luasan minimum yang harus di penuhi.
Namun demikian, berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan pada beberapa perumahan formal, umumnya tempat bermain anak hanya disediakan dalam tingkat RW, tempat bermain tersebut juga umumnya digabung dengan beberapa fasilitas lain. Penggabungan fungsi ini menyebabkan banyak masalah, dan biasanya, sebagaimana ‘hukum rimba ‘ maka yang terlemahlah yang kalah, dalam hal ini anak selalu dalam posisi yang kalah.Nani Zara (2002) yang mengadakan penelitian pada dua Perumahan Sederhana yaitu Perumnas II Depok dan Perumnas Indraprasta II Bogor. Dengan menggunakan metode kuantitatif pada 27 responden, kesimpulan hasil penelitian yang dimuat di Skripsi Jurusan Arsitektur, terungkap bahwa 50 % responden mengatakan bahwa fasilitas bermain anak kurang memuaskan. Pada lingkungan Perumnas II Depok ditemukan fakta bahwa sebagian besar ( 56 % ) anak tidak menggunakan ruang terbuka sebagai tempat bermain, umumnya mereka bermain pada jalanan di depan rumah dan lapangan. Hal ini didasari dari jenis permainan mereka yang masih didominasi oleh permainan yang bersifat aktif. Sementara itu pada lingkungan Perumnas Indraprasta II ditemukan juga fakta bahwa 60 % anak bermain ditempat bukan ruang terbuka.
Kemungkinan Apa yang Terjadi ?
Fenomena di atas menunjukan bahwa tempat bermain anak yang sering digabung dengan fasilitas lain dalam satu ruang terbuka, saat ini sudah tidak begitu menarik lagi pada anak. Beberapa kemungkinan yang terjadi diantaranya adalah :1. Ketakutan orang tua akan keamanan dan keselamatan anak pada saat bermain di ruang terbuka;2. Kondisi Ruang Terbuka yang tidak nyaman;3. Jenis permainan anak yang sudah meninggalkan permainan tradisional; dan4. Pengaruh kelompok 

Beberapa Permasalahan yang Terjadi di Perumahan Rumah Sederhana

1. Penyediaan Sarana dan PrasaranaMinimnya sarana dan prasarana di wilayah ini menyebabkan beberapa kegiatan warga menjadi kendala, diantaranya adalah kegiatan bermain anak, hal ini menyebabkan sebagian anak menggunakan jalan untuk kegiatan bermain.
2. Perubahan Fungsi Lahan
Perubahan fungsi lahan ( misalnya : Merenovasi rumah yang melebihi GSB ) sehingga sebagian fungsi rumah bergeser ke jalan.
  Sekilas Tentang Kehidupan Bermain Anak di Perumahan Rumah Sederhana
A.  Jenis Permaian dan Teman Bermain
Anak yang tinggal di Perumahan Rumah Sederhana lebih mengenal Jenis Permainan Aktif, sebagian besar anak yang tinggal di tempat tersebut berasal dari orang tua yang memiliki tingkat ekonomi menengah kebawah, hal ini menyebabkan kecil kemungkinan bagi mereka untuk hidup dalam kemewahan, bila dikaitkan dengan jenis permainan, maka sangat jarang mereka bermain dengan menggunakan teknologi atau melakukan permainan pada tempat tempat yang membayar ( mis: Timezone, Ancol, dll ), sehingga hal yang cenderung dilakukan oleh para anak-anak adalah melakukan jenis permainan aktif yang tidak membutuhkan biaya banyak ( misalnya : bola kaki, sepeda, dll ).
Sebagai ciri lain dari permainan aktif adalah membutuhkan jumlah pemain yang banyak, hal inilah yang menyebabkan mereka bisa mengenal satu dengan lainnya. Hal ini mendukung hasil dari penelitian Merina Burhan ( 1999 ) bahwa anak yang berasal dari golongan menengah bawah cenderung bermain dengan teman berbeda usia dalam kelompok yang lebih besar ( kebanyakan tetangga ), berbeda dengan anak yang berasal dari golongan menengah keatas yang cenderung bermain dengan teman sebaya dalam kelompok kecil ( umumnya teman sekolah ).
B. Kondisi Tempat Bermain Anak
Mereka lebih senang bermain di luar rumah, anak yang tinggal di Perumahan Rumah Sederrhana umumnya tinggal pada rumah tipe 18 hingga 45. Sebagian besar rumah mereka telah direnovasi dan hanya meninggalkan sedikit ruang terbuka pada sisi depan rumah, bahkan tidak jarang rumah-rumah yang telah direnovasi tidak menyisakan ruang sedikitpun. Hal ini menyebabkan mereka cenderung untuk melakukan kegiatan diluar rumah. Kenyataan ini diperkuat pendapat Bierhoff dan Alferman ( dalam Ratna D dan Feriyanto C, 1987 ) yang dalam penelitiannya mengatakan bahwa kenyamanan rumah menentukan tingkat kunjungan anak ke taman untuk bermain, makin rendah tingkat kenyamanan maka makin tinggi tingkat kunjungan ke taman dan sebaliknya. Kegiatan bermain anak di Perumahan RS ini ini umumnya dilakukan di jalanan dan di ruang terbuka.
Konsep Desain Tempat Bermain Anak di Perumahan Rumah Sederhana
Berdasarkan hasil penelitian terlihat bahwa anak yang tinggal di perumahan Rumah Sederhana juga mengenal adanya kelompok, baik itu kelompok yang dominan maupun tidak. Kelompok tersebut lebih dikenal dengan nama teman bermain. Kenyataan yang ada ternyata teman bermain mempunyai hubungan dengan pilihan tempat bermain, kelompok teman bermain yang dominan akan menguasai tempat-tempat strategis, umumnya di ruang terbuka, sementara kelompok yang tidak dominan umumnya menguasai daerah daerah lain yang tidak strategis ( jalanan, halaman depan rumah ). Oleh sebab itu sebaiknya tempat bermain tersebut tidak dibuat dalam satu tempat tertentu, hal ini bertujuan untuk menghindari adanya kelompok yang mendominasi ruang tersebut. Dalam kaitannya terhadap satu lingkungan perumahan maka perlu dipertimbangkan untuk membuat tempat bermain dalam beberapa lokasi ( misalnya tempat bermain tingkat RT ), namun hal tersebut mempunyai banyak kelemahan misalnya : 1. Minimnya lahan yang dapat dipergunakan. 2. Kemungkinan anak tidak saling mengenal antar RT ( tingkat sosialisasi anak rendah ). Oleh sebab itu pihak Pengembang membuat kebijakan dengan menggabungkannya dalam skala tingkat RW.
Beberapa keuntungan yaitu : 1. Terjadinya efisiensi lahan 2. Anak memiliki tingkat sosialisasi yang tinggi. Namun demikian beberapa hal yang penting untuk dipertimbangkan untuk menghindari dominasi ruang dari kelompok yang kuat maka tempat bermain tersebut sebaiknya memiliki kegiatan berbeda atau adanya pemisahan kegiatan, bisa dilakukan melalui tingkat umur atau jenis permainan. Oleh sebab itu berdasarkan masukan dari para informan, terungkap bahwa sebaiknya tempat bermain anak tersebut haruslah : Ada pemisahan kegiatan dalam satu tempat bermain (Dissociation Activity) Anak yang tinggal di perumahan Rumah Sederhana juga lebih mengenal jenis permainan aktif, baik itu berupa games ataupun olahraga. Untuk dapat menampung kegiatan tersebut maka diperlukan tempat bermain yang mampu mewadahi kegiatan bermain tersebut. Bila dikaitkan dengan kelompok umur dan jenis kelamin, maka dalam permainan games, tidak begitu terlihat. Perbedaan terlihat jelas pada permainan olah raga.
Oleh sebab itu hal yang penting diperhatikan dalam mendesain tempat bermain adalah kemampuan tempat untuk dapat menampung kegiatan bermain anak, dalam hal ini ada dua hal yang perlu diperhatikan yaitu :1. Dimensi ruang yang mencukupi ( bagian dari Comfortibility )2. Pemisahan ruang tidak berdasarkan jenis kelamin dan umur tetapi berdasarkan jenis permainan, yaitu tempat permainan games dan tempat permainan olahraga (Disscitiation Activity ). 
Bila dikaitkan dengan kondisi ruang maka hal yang perlu diperhatikan adalah
1. PosisiPosisi tempat bermain sebaiknya dapat dijangkau dengan mudah, mengingat yang menjadi pengguna adalah anak-anak, maka faktor keselamatan didalam menjangkau tempat bermain merupakan faktor yang penting ( Phisical Accesibility ). Disamping itu faktor keamanan juga menjadi hal yang dominan, oleh sebab itu sebaiknya tempat bermain tersebut dapat di jangkau dengan mudah oleh orang tua ataupun dapat di pantau oleh orang tua ( Visual Accesibility ).
2. DimensiDimensi merupakan hal yang penting untuk dapat menampung aktivitas kegiatan bermain anak. ( dikaitkan dengan Jenis Permainan )
3. TeksturDalam hal ini yang dimaksud dengan testur adalah finishing dari tempat bermain, agar penggunaan tempat bermain tersebut dapat digunakan pagi, siang dan sore hari maka sebaiknya finishing tersebut tidak membuat kondisi menjadi panas dan berdebu, karena hal tersebut sangat mengganggu kegiatan bermain anak. Anak sangat menyukai tempat bermain yang nyaman, misalnya ditumbuhi oleh rumput, dan teduh ( Comfortibility )
Kesimpulan
Berdasarkan uraian diatas, maka desain tempat bermain di perumahan Rumah Sederhana sebaiknya memenuhi syarat berikut :1.  Dapat dilihat dari berbagai sisi sehingga terjamin keamannya ( Visual Accesibility )2.  Dapat dijangkau dengan mudah dan terjamin keselamatannnya dari gangguan kendaraan ( Phisical Accesibility ) Hal ini sesuai dengan teori Elizabeth Chace dan George Ishmael dalam makalahnya yang berjudul Outdoor Play in Housing Areas ( dalam Innovation in Play Environment, Paul F. Wilkinson, 1980 ). Sementara itu dalam kaitannya dengan perilaku bermain anak di Perumahan Sederhana maka diperlukan juga adanya :1. Dimensi yang cukup dan finishing yang membantu kenyamanan ( comfortibility )2. Pemisahan zona yang jelas antar jenis permainan anak dan pemisahan tempat kegiatan lainnya ( Dissocation activity )Daftar PustakaBarlett, Sheridan (2002). Urban Children and Physycal Environment. Amman. Jordan : International Conference on Children and The CityBurhan, Merina (1999). Kondisi Lingkungan Bermain di Kota-kota Besar di Indonesia sebagai Dampak Proses Urbanisasi. Thesis. Tokyo : Dep. Of Architecture and Building Engineering Djuwita, Ratna dan Feriyanto C (1987). Perbandingan Pola Bermain Anak di Rumah Susun dan Rumah Datar. Depok : UIErickson, Aase ( 1985 ). Playground Design, New York : Van Nostrand Reinhold Company Hatje, Verlag Gerd (1977). Childrens Play Spaces. Translated : Linda Geiser. New York : The Overlook PressHurlock, Elizabeth B (1998). Perkembangan Anak. Jakarta : ErlanggaLynch, Kevin (2000). Good City Form. London : MIT PressPatilima, Hamid (2004). Persepsi Anak Mengenai Lingkungan Kota. Thesis S2 KPP UI. JakartaTedjasaputra, Mayke S ( 2001).Mainan, Bermain, Permainan, JakartaWilkinson, Paul. F, (1980). Innovation in Play Environments. London : Croom HelmZara, Nani (2002). Akomodasi Kebutuhan Ruang Anak Pada Perumahan Formal. Depok : FTA

 Ir.J.F. Bobby Saragih *Staf Pengajar Jurusan Arsitektur Univ. Bina Nusantara *Bahan ini dipresentasikan pada Seminar Nasional ”Kota Ramah Anak, Jakarta, 12 Oktober 2004. *Seminar ini kerjasama antara Jurusan Arsitektur Universitas Bina Nusantara, Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia, dan Yayasan Pelangi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar